Rabu, 12 Agustus 2009

SMA 10 Fajar Harapan Duta Aceh

Festival Musikalisasi Puisi Se-Sumatera yang rencananya akan berlangsung di Sumatera Utara. Persiapan menuju pentas seni sastra tersebut disikapi oleh Balai Bahasa Aceh dengan memilih delapan sekolah menegah atas/ sederajat, yang benar-benar berbobot dan sebelumnya telah memiliki prestasi di bidang musikalisasi puisi baik di tingkat regional, Sumatera maupun tingkat nasional

Delapan sekolah yang masuk nominasi Balai Bahasa Banda Aceh diwajibkan mengikuti pelatihan terlebih dahulu selama dua hari sebelum di seleksi tingkat kemampuannya dan skil individunya. Sekolah yang terpilih mengikuti pelatihan dan seleksi Festival Musikalisasi Se-Sumatera adalah SMAN 1 Banda Aceh, SMAN 2 Banda Aceh, SMAN 3 Banda Aceh, SMAN 4 Banda Aceh, MAN Model, SMAN 1 Peukan Bada Ataturk, SMAN 10 Fajar Harapan dan SMA Modal Bangsa. Mereka mulai masuk karantina pertama pada tanggal 26 hingga 28 Februari 2009.

Selama mengikuti pelatihan hanya tujuh sekolah yang berhasil mengikuti pelatihan secara penuh sedang SMA Modal Bangsa hanya mengikuti pelatihan selama 1 jam di tanggal 27/02, dan langsung ikut seleksi di tanggal 28/02.

Iwan Setiawan menilai, Keterlambatan SMA Modal Bangsa dalam mengikuti pelatihan sama sekali tidak beralasan, semestinya ada pemberitahuan sebelumnya kepada panitia penyelenggara bila ada sesuatu dan lain hal yang berlangsung di sekolah.” Pelatihan musikalisasi puisi ini lebih mengutamakan proses pelatihannya ketimbang kehebatan setiap sekolah dalam menggarap musikalisasi puisi. Pelatihan ini bermaksud ingin mengarahkan berbagai hal tentang musikalisasi puisi Aceh yang benar-benar berbeda dengan musikalisasi puisi daerah lain, ke khasan Aceh harus muncul di musikalisasi puisi karya kita dan untuk itu kita akan siasati anak-anak kita untuk membuat kekhasan Aceh itu ada di karya mereka, ini yang kami arahkan., namun apalah artinya jika SMA Modal Bangsa tidak ikut dalam pelatihan, mereka pasti akan tidak mengerti bagaimana format yang nantinya akan kita bawakan dalam festival Se-Sumatera tersebut, “ ujar pelatih dan sekaligus pembina musikalisasi puisi dalam pelatihan musikalisasi puisi untuk ivent Sumatera ini.

Sementara Bram Sembiring yang bertindak sebagai panitia mewakili Balai Bahasa Aceh juga menyayangkan atas tidak ikutsertanya SMA Modal Bangsa secara penuh dalam pelatihan, “Kami hanya memilih peserta pelatihan yang mengikuti proses pelatihan secara penuh, meski kami memberikan juga kesempatan untuk ikut seleksi, namun kami mencatat tidak adanya keseriusan sekolah dalam mengakomodir acara yang kami sudah sampaikan jauh-jauh hari sebelum pelatihan berlangsung, setidaknya kalau SMA Modal Bangsa tidak sempat, maka kami sebagai panitia akan memanggil SMA lain untuk menggantikan kehadiran SMA Modal Bangsa, setidaknya ini bisa menjadi perhatian pihak sekolah di lain waktu.” Ujarnya.

Setelah mengikuti pelatihan selama dua hari, para duta sekolah yang sudah di bekali berbagai teknik musikalisasi puisi di uji dengan puisi “Aku” karya Chairil Anwar. Puisi ini harus diaransmen menjadi bentuk musikalisasi puisi yang benar-benar mengikuti aturan yang di sampaikan dalam pelatihan. Aransmen berupa musik, interpretasi puisi, jenis musik, pola pembacaan puisi, lagu, dan penampilan. Panitia dan para pembina yang terdiri dari Iwan Setiawan, RS.Merahmege, Medri, Ibrahim Sembiring, dan Muhammad Rizki (AA), menyeleksi karya yang sudah di buat duta sekolah sebanyak tiga kali. Hal ini dimaksudkan agar karya mereka menjadi layak dan baik sebelum seleksi final dilakukan.

Menurut RS Merahmege, peserta pelatihan kali ini sangat miskin referensi nada, tidak memiliki kekhasan skil individu dan bermusik juga sangat kaku dalam daya ungkap dan kebebasan menelurkan karya musikalisasi puisi. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya tata aturan yang pernah mereka dalami sebelumnya, baik yang datangnya dari Jakarta yang kini mulai memplot siswa kedalam sebuah wadah yang bernama Komunitas Musikalisasi Puisi Indonesia, maupun dari ketentuan sepihak yang di telurkan oleh orang-orang di dalam komunitas tersebut. “Prinsipnya kita membantah tata aturan yang sengaja di plot orang-orang jakarta karena sangat mengungkung kreatifitas dalam menyajikan musikalisasi puisi. Kita memiliki format sendiri terhadap kesenian yang satu ini, sebab Aceh lebih dulu memiliki musikalisasi puisi ketimbang Jakarta dan kekhasan kita terhadap musikalisasi puisi yang sejak lama kita pertahankan jangan sampai hancur hanya gara-gara pengaruh dari sebuah festival atau ketentuan sepihak yang di tularkan oleh komunitas yang mengikrarkan diri di tahun 2008 lalu.” Ujar Merah

Di hari terakhir pelatihan ke delapan sekolah diseleksi berdasarkan nomor undian yang dicabut sebelum seleksi berlangsung, SMAN 2 Banda Aceh mendapat giliran pertama. Penampilan mereka terkesan sangat bersahaja, alunan musik bergaya spanis mengisi ruangan. Mereka memulai dengan komposisi musik yang baik, namun sangat di sayangkan lonjakan irama yang termuat dalam nada baca puisi mereka abaikan, jadilah musikalisasi mereka tanpa ada kesan sebagaimana yang di inginkan puisi Aku karya Chairil Anwar.

Penampilan berikutnya diisi oleh SMA Modal Bangsa, Puisi Aku Chairil Anwar di aransmen dengan gaya musik balada. Pembacaan puisi yang ditata rapi, dan yang menariknya mereka mampu memberi pola yang cukup baik terhadap setiap kalimat puisi yang ada, namun ketidak-kompakan menjatuhkan mereka di awal dengan teknik masuk yang tidak serentak, selain dari itu komposisi antara musik, lagu dan baca puisi masuk secara bersamaan sehingga harmonisasi terkesan melebar dan sulit untuk di cerna ditambah lagi dengan suara jimbe yang terlalu besar sehingga menutupi suara-suara lainnya.

Sementara SMA 10 Fajar Harapan yang sudah dua kali tercatat mengikuti Festival Musikalisasi Puisi Tingkat Nasional, menyajikan puisi Aku, kedalam format Balada Progresif, mereka dapat mengatur suasana dan komposisi musik serta lagu yang mereka nyanyikan dengan sangat harmonis, meski dengan memukul ember sebagai alat metronom, dua guitar dan satua alat kreasi. Mereka juga berakhir dengan koreksi pada vocal laki-laki oleh para eksekutor.

SMAN 4 Banda Aceh juga tidak ingin kalah dengan penampil sebelumnya, mereka memformat musikalisasi puisi dalam bentuk Pop, alat musik biola dan keyboard yang semestinya mampu mengangkat komposisi musik sama sekali tidak tergarap secara baik, sehingga mengaburkan makna yang tersirat dalam puisi Aku tersebut.

Komposisi yang ditampilkan SMAN 1 Banda Aceh, sangat indah dinikmati, baik lagu maupun pembacaan puisi, mereka menampilkan musik AnB bergaya Afgan atau Ran Band. Karya mereka memang tidak masuk dalam katagori musikalisasi puisi tapi mereka telah mampu membuat format lagu pop Indonesia dengan baik. Sedangkan penampilan ketiga Sekolah lainnya yaitu SMAN 3 Banda Aceh, MAN Model, SMAN 1 Peukan Bada Attaturk, belum dapat berbicara banyak dalam seleksi kali ini.

Dari hasil penilaian eksekutor; RS Merahmege, Ibrahim Sembiring dan Muhammad Rizki, hanya SMAN 10 fajar Harapan yang memenuhi syarat dalam ivent Sumatera, namun pihak Balai Bahasa tidak akan membiarkan anak-anak ini berlatih sendiri. Menurut Teguh Susanto yang saat ini menjabat sebagai kepala Balai Bahasa Aceh, “ SMA yang lulus dalam seleksi ini rencananya akan kita jadikan duta Aceh untuk festival Musikalisasi Puisi Se Sumatera, kami akan terus berkoordinasi untuk latihan mereka selanjutnya, baik dengan para pembina maupun pihak sekolah agar anak-anak kita yang jadi duta Aceh ini tidak memiliki hambatan dalam berlatih sebelum mereka kita berangkatkan ke Medan.” Ujarnya.

Dengan terpilihnya SMAN 10 fajar Harapan maka genaplah prestasi musikalisasi puisi mereka menjadi duta Aceh untuk yang ke empat kalinya, dua tingkat nasional dan menyabet sepuluh besar, dua tingkat Sumatera yang menyabet juara pertama di tahun 2007.


Aceh Sabet Juara Tiga

Festival musikalisasi puisi yang diadakan oleh balai bahasa Sumatera Utara mengukuhkan Aceh sebagai juara ke tiga, hal ini membuat peringkat Aceh naik dua peringkat, dimana di tahun 2008 Aceh hanya mampu menduduki juara ke lima.

Perjuangan anak-anak SMA 10 Fajar Harapan bukanlah mudah, sebab mereka harus menyingkirkan sembilan kontestan yang semuanya pernah mendapat juara di provinsinya masing masing, terutama kontingen Sumatera Utara yang menghadirkan empat group sekaligus.

Dayah, Yuyun, Agung, Aulia, Rahmi dan Imam cukup ketar-ketir menghadapi iven yang ketat ini, pasalnya Dayah yang di jagokan sebagai vocalis utama dan guitar akustik player jatuh sakit sebelum berlomba, demam menyerangnya ditambah dengan gngguan kerasukan satu hari menjelang lomba mberlangsung. Namun berkat bantuan para pelatih dayah dapat normal dan sedikit lebih baik dari awal terserang demam tinggi tersebut.

Aceh mendapat nomor panggil 01, mereka melantunkan komposisi Tanah Air puisi Mohd. Yamin gubahan Rahmad Sanjaya dan Salam Damai (fikar W Eda) juga gubahan Rahmad Sanjaya, baik komposisi musik maupun lagu. Suara lantang dayah yang biasanya terdengar garing kali ini agak sengau, bindeng dan tidak menggigit seperti saat-saat latihan, namun cukup jelas di telinga Fredy Arsy, Irwansyah dan Agus R Sarjono. Kedahsyatan retem Aceh sangat kental dan nyata di panggung Hotel Madani Medan itu, sedikitpun tidak ada suara dari penonton yang ada hanya tepukan kemeriahan saat mereka melantunkan komposisi pertama.

Di komposisi kedua anak-anak Aceh yang hanya berbekal semangat ini merebak kembali suasana Auditorium Hotel Madani, kali ini lebih mengguncang sehingga tak secuilpun orang dapat berkomentar sebelum mereka mengakhiri komposisi Salam Damai (Fikar W Eda) ini.

Selamat untuk Aceh, Tahun depan 2010 engkaulah yang meraih gelar pertama di Pekan Baru.

Rahmad Sanjaya

1 komentar:

  1. Musikalisasi Puisi Fajar Harapan8 September 2009 pukul 22.28

    Cooll...Bang,gitar akustik player tu namanya daya bang...

    BalasHapus