Selasa, 03 Maret 2009

Ie Mata Gaza

Seniman Aceh Bantu Palestina

Save Palestina, masih terus menggeliat di Aceh, ajang kemanusian ini menjadi mata kegiatan seniman Aceh akhir-akhir ini. tercatat sudah tiga kali peristiwa serupa di gelar dengan Event organizer yang berbeda; satu di Lhoukseumawe, dan dua di Banda Aceh. Palestina harus kita bantu, seperti kita di bantu banyak negara ketika bencana tsunami menghantam Aceh, rasa kemanusian mereka tidak lagi memandang suku, agama, warna kulit dan kepentingan, semuanya semata-mata karena rasa kemanusiaan yang tinggi, demikian komentar banyak seniman yang terlibat dalam beberapa kegiatan kemanusiaan penggalangan dana untuk Palestina.

Ie Mata Gaza yang kali ini di gelar di Taman Ratu Safiatuddin 14/02 merupakan acara save palestina yang menyedot masa cukup banyak. Teknik penggalangan dana yang dilakukan panitia berlangsung empat hari sebelum hari pertunjukan berlangsung, baik dengan cara penjualan tiket maupun undangan VIP, menariknya dalam penjualan tiket seharga Rp 5.000, Rp. 7.000, maupun 100.000,- setiap pembeli akan mendapat satu buah kartu perdana 3 (tree).

Acara yang bermoto Artih Aceh Peureumeun Palestina ini di buka oleh Wagub M. Nazar dan di hadiri pula oleh Ketua Kadin Firmandez, Ketua DKA, Teuku Kamal S dan Wakil Walikota Sabang, Islamuddin Ismady dan beberapa penentu kebijakan NAD, merupakan acara yang di prakarsai oleh AIRA (Asosiasi Industri Rekaman Aceh) dengan mengerahkan artis-artis; Eumpang Breuh, Liza Aulia, Bergek, Said Jaya, Marwan, Sabirin Lamno, Cut Adek Zia, Dedek Wahyudi, Dewi.S, Syeh Wan, Cagok Apa Gense, Syeh Min Cakradonya, Andi Bidjeh and friend, Peunana Band, Seuramo Regge, Coda, Saleum, Raket, Ratoh, dan Magot Band. Sedangkan untuk pembacaan puisi dilakukan oleh Ampuh Devayan. Acara ini pula dihadiri oleh Fikram Singh artis cilik Aceh yang bermain dalam sinetron Suami-suami Takut Istri.

Di bagian lain pertunjukan terselip para suporter dan pendukung yang tidak kalah pentingnya bagi terwujudnya acara ini, seperti Tree GSM yang menyuplai ribuan kartu perdana GSM Tree lewat pembelian tiket, The Gade’s Sound System yang mengerahkan 40 000 watt dan lighting, Tallo, Yamaha dan masih banyak para pendukung yang acara yang secara iklas menyumbang peralatan dan kemampuan kerja agar acara penggalangan dana ini terselenggara dengan baik.

Menurut Syech Gazali, ide membuat acara Ie Mata Gaza ini berawal dari keprihatinan kawan-kawan seniman ketika melihat serangan yang bertubi-tubi dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina. “ Saat itu beberapa kawan-kawan seperti Salman, Sarjev, Maimun, ardabilli dan saya mencoba menggagas acara ini, semula kami ingin menggunakan Kasga sebagai lembaga penyelenggara, namun belakangan berkat saran dari kawan-kawan yang antusias ingin ikut serta, kami pakailah AIRA sebagai lembaga yang mensuport Acara ini.” ujarnya.

Lebih jauh Syech Gazali mengatakan, tidak hanya pada penjualan tiketing yang kita andalkan dalam pengumpulan dana, namun AIRA juga melakukan pelelangan produk industri rekaman Aceh yang terdiri dari kaset, VCD dan produk lainnya dan pada malam pertunjukan akan diedarkan kotak amal.

Dibagian lain Sarjev (musisi rock) yang di daulat sebagai manager pertunjukan mengatakan, “Suguhan yang nantinya akan berjalan adalah pertunjukan musik, lawak dan baca puisi. Dari banyaknya jumlah pengisi acara panitia akan membagi dua panggung; ada panggung sore dan ada yang panggung malam. Pentas Amal yang mengunakan banyak elemen masyarakat dan simpatisan ini akan besar dan meriah, apalagi diantara para pendukung artis yang tampil telah memiliki penonton sendiri-sendiri. Ujar Sarjev.

14 Februari malam merupakan malam yang panjang bagi segenap penonton yang memenuhi arena Taman Ratu Safiuatuddin, desak-desakan sempat terjadi di depan panggung yang bertepatan dengan didirikannya tenda untuk duduk para tamu VIP. Penonton yang sudah tidak sabar menantikan pertunjukan akhirnya disuguhi dengan pidato-pidato yang sangat membosankan, sorakan tidak puas meluncur diarena kiri pentas namun panitia dapat meredam riuh rendahnya massa, dengan penampilan gurauan Udin Pelor yang bercerita tentang Palestina lewat gaya tukang Obatnya.

Coda mendapat kesempatan pertama tampil, dengan komposisi drum yang sangat memukau, ditambah lagi dengan cae yang dilantunkan ceh Min cakradonya, ruang pertunjukan mulai menghangat, penonton seakan lupa pada penantiannya sejak lepas Isya tadi. Setelah Coda menuntaskan satu seison muncul dari pinggir panggung Liza Aulia, kali ini dia melantunkan Lagu andalannya Kutiding, yang langsung di sambut dengan gemuruh dan sorak sorai para penonton. Dengan hentakan drum, genderang dan Djimbe dari para personil Coda, Liza Aulia pun semakin semangat menyanyikan lagu andalannya. Bagian ini semakin terkombinasi ketika Ampuh Devayan membacakan puisinya yang berjudul Palestina kemudian disusul dengan penampilan Dara yang menyanyikan lagu Jose Groban dengan sangat anggun.

Antusias penonton semakin merajalela di depan pentas sehingga para wartawan baik media cetak dan elektronik serta tamu VIP tak kuasa mengikuti jalannya pentas dengan baik, Para penonton tersebut semakin merapat ke depan panggung saat Seuramo Regge menyannyikan lagunya.

Beberapa penonton yang sempat di jumpai Sipil mengatakan, “Acara palestina kali ini cukup meriah, meski acara amal, namun artisnya banyak yang menjadi idola kami, misalnya Eumpang Breuh yang sengaja kami nantikan penampilannya, apalagi ada Sabirin Lamno yang sudah lama tidak kami lihat dia muncul di depan publik,” ujar Azhari (28).

Sementara, Nyak Dara yang membawa semua anggota keluarganya juga menantikan pemunculan Empang Breuh dalam acara ini mengatakan, “ Saya bawa semua anggota keluarga untuk menonton acara ini, meski sempat terjepit tadi di antara penonton yang berjubel, saya tetap akan menyaksikan acara ini sampai tuntas, Kami sekeluarga ingin lihat Eumpang Breuh tampil di depan mata kami, “ urainya.

Semakin malam semakin banyak saja para penonton yang datang, dari keterangan yang disampaikan panitia tiket saja habis terjual 1000 ribu lembar belum lagi tiket VIP. Dan dari pengumpulan dana kali ini agaknya lebih 100 juta urainya, namun ketika ditanya angka yang pasti panitia menjawab sampai saat ini kami tidak mendapatkan kabar berapa jumlah dana yang terkumpul malam itu, karena masih ada lagi rentetan acara lainnya yang akan di gelar AIRA di Aceh Barat.

Inseden Lewat Waktu

ketua panitia Syec Gazali di awal laporannya kepada masyarakat mengatakan, jadwal pertunjukan Ie Mata Gaza ini hanya sampai pukul 23.00 wib, padahal ketika Syec Gazali berpidato waktu sudah menunjukan 21.13 Wib, sementara para artis satu pun belum ada yang naik pentas memperlihatkan kebolehannya. Sarjev yang bertindak menjadi manager pertunjukan juga merasakan kekhawatiran yang luar biasa, karena waktu yang dia miliki hanya sedikit akibat menunggu kedatangan Tamu VIP, “Saya tidak bisa mengelak dengan kondisi seperti ini, para artis yang jauh-jauh datang dari berbagai daerah belum juga tampil saat itu, bagi kami sangat sayang kalau mereka tidak tampil, sementara waktu yang tersedia sudah habis, izin kita hanya sampai pukul 23.00 wib saja. Tapi semuanya adalah resiko kita, teguran kepolisian kepada kami juga merupakan hal yang perlu di perhatikan, memang suasana semakin tidak menentu saat itu ketika saya di paksa meninggalkan arena pentas, namun dapat diantisipasi dengan baik oleh panitia yang lain. Intinya acara Ie Mata Gaza ini sukses dan kami panitia mengucapkan terima kasih kepada seluruh seniman dan para pendukung acara ini”Urai Sarjev

Ie Mata Gaza, merupakan pentas amal ketiga yang di prakarsai seniman, setelah para seniman tradisional seperti Murtala, Andi Bidjeh, Ilyas melakukan ngamen di berbagai tempat di kawasan Banda Aceh, kemudian yang kedua adalah Pentas peduli Palestina yang di lakukan di Taman Budaya yang menampilkan para musisi Jass, Rock, Blues dan Tradisional di tambah lagi dengan pelelangan lukisan Mahdi Abdulah. Dan dalam waktu dekat para seniman daerah akan melalukan pertunjukan amal yang sama di Meulaboh dan Loukseumawe.

Kepedulian Seniman Aceh terhadap kontek sosial di belahan Timur Tengah semakin nyata, lewat karya-karya mereka seniman dapat mampu berbuat untuk sesuatu yang mengharumkan nama daerah Aceh di kancah internasional, agaknya peran serta seniman Aceh ini harus diambil positifnya bagi banyak pihak di Nanggroe ini, bukan malah menghambat dan menghujat hanya gara-gara satu dua kesalahan. Prinsipnya seniman telah berbuat, siapa lagi yang akan menyusul.

Rahmad Sanjaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar