Selasa, 03 Maret 2009

Pentas Peduli Palestina

Pentas Peduli Palestine

Satu Nada Untuk Palestine

Damai di Aceh Damai di Palestina itulah moto para seniman di Banda Aceh dalam menggelar acara Peduli Palestina 17 Januari yang lalu. Banyak suguhan pentas seni yang mereka rancang, namun karena keterbatasan waktu dan kesibukan seniman dalam beberapa program yang harus mereka penuhi, Pentas Peduli Palestine hanya dilakukan satu hari saja, yang mengetengahkan pentas musik.

Menurut T. Yanuarsyah (seniman Teater) yang didaulat sebagai sutradara Pentas Peduli Palestine ini, Acara spontanitas ini sangat berarti bagi kita kalangan seniman, disamping adanya rasa peduli terhadap sesama umat muslim kita juga bisa berkumpul secara kolosal dan bahu membahu dalam acara ini tanpa adanya sangkut paut hal pribadi, organisasi dan program masing-masing kelompok kesenian. Ini merupakan hal yang baik bagi perkembangan berkesenian di Aceh karena lepas tsunami para seniman belum dapat kesempatan berkumpul seperti ini.

Lebih jauh T. Yanuarsyah mengatakan, “Palestine sangat membutuhkan bantuan, persis seperti kita tertimpa bencana tsunami empat tahun yang lalu, begitulah mereka, namun kami hanya mampu membuat acara sesuai dengan apa yang kami miliki. Dalam acara ini kami coba menghimpun beberapa disiplin seni seperti teater, pelukis, seniman tradisional, penyair dan musisi. Di awal pertemuan kami coba mengangkat Musik sebagai konten pertunjukan yang pas untuk momen ini, maka terkumpullah beberapa seniman musik diantaranya : Moritza, Maestro, MP Troop, Tkos Band, Moko N Friends, Seuramo Regge, Vitou, Dedy Syukur n Friends Rock n Soul Band, Xhanta Fee, The Mayer, Kautsar, Liza Aulia, MY. Bombang, Reza Indria, Rahmad Sanjaya, Fendra dan Nurmaida Yanuar. Semua lagu, puisi dan hikayat yang nantinya mereka bawakan akan dilelang kepada audiens yang datang menyaksikan acara ini.” Ujar T.Yanuarsyah yang sering di sebut dengan nama Ampon Yan.

Ditemui di tempat yang sama, Moritza Thaher yang didaulat sebagai koordinator Acara menjelaskan,” Minat terhadap acara ini sangat luar biasa, semua seniman yang sedianya belum tercatat dalam agenda acara kami berkali-kali menghubungi kami, untuk acara ini kami sudah coba menata agar semua group dapat tampil sesuai dengan waktu yang ada yaitu pukul 21.00 – 00.00 wib, namun kami terpaksa angkat tangan, dan memangkas group-group yang mendaftar belakangan. Dalam hal ini saya menegaskan agar semua kawan-kawan jangan kecewa atas tidak ikutsertanya mereka dalam acara ini, karena masih banyak yang bisa kita lakukan dalam menggalang dana untuk Palestine.

Acara yang dipersiapkan secara singkat ini, melibatkan banyak seniman yang terpanggil hatinya untuk berbagi keiklasan membantu rakyat Palestine yang sedang berada dalam kondisi perang. Antusias keikutsertaan seniman terlihat disetiap rapat acara, mereka berbondong-bondong mensuport acara ini. Namun Boy Seuramo Regge yang bertindak sebagai ketua pelaksana mencoba arif dalam membagi tim yang terkait acara tersebut, Boy membagi dua kelompok seniman, satu kelompok seniman yang mengurus acara dan satu kelompok seniman lainnya menyajikan acara, meski tidak tertutup kemungkinan kelompok seniman yang mengurusi acara juga terlibat dalam pertunjukan.

Penegasan seniman yang tidak punya tempat untuk mendapat jatah manggung juga di tegaskan oleh Ampon Yan, sutradara acara ini. “Diharapkan kepada kawan-kawan yang tidak terlibat sebagai tim penyaji acara hendaknya membantu di bagian lain acara ini, misalnya pengurusan izin, krew panggung, penjaga parkir, bazar atau bagian tamu, karena semua ini merupakan bagian dari kerja kolektif kita dalam menyukseskan acara.” Ujar Ampon Yan.

Tak pelak semua seniman yang terlibat memburu kerja mereka seperti yang sudah dibicarakan dalam 5 kali rapat, pengurusan surat, gedung pertunjukan, Sound system dan perangkat musik akhirnya tertangani dengan baik. Bahkan Fadil yang memiliki sound system dan lighting mensuport habis-habisan perangkat yang dia miliki tanpa bayaran sepeserpun. “Saya inginkan acara ini menjadi baik dan saya juga inginkan segala sesuatunya menjadi lancar. Kita ini bagian dari seniman yang terus menerus di pakai seniman di setiap ajang kesenian, untuk pentas kali ini saya rela melepas semua job permintaan banyak pihak demi acara ini terselenggara,” Ujar Fadil.

Malam pentas Peduli Palestina di mulai dengan poemutaran Film Palestina, seluruh penonton saat itu terperangah melihat kejadian-kejadian sadis yang dilakukan oleh para tentara Israel yang memukuli, menembaki serta menyeret rakyat sipil yang tidak bersenjata, salah seorang penonton yang sempat di wawancarai Sipil seusai menonton pertunjukan mengatakan, “ Saya tidak sanggup melihat semua kejadian dalam film documenter Palestina, kebanyakan saya menutup mata di saat kejadian-kejadian sadis menimpa orang-orang Palestina dalam shot-shot dalam film tersebut. Kita juga pernah mengalami hal seperti ini di saat DOM (daerah Operasi Militer), DS (Darurat Sipil) dan DM (Darurat Militer), saya merupakan orang yang selamat dalam konflik Aceh saat itu, badan ini menjadi saksi dan luka-luka di badan saya ini menjadi bagian buruk dari saat-saat mencekam di Aceh,” Ujar Mahyudin sambil memperlihatkan luka-luka di beberapa bagian tubuhnya dan bahkan ada luka tembak di kaki kirinya yang sudah sembuh.

“Bagi saya, kita tidak harus diam menatap semua kejadian ini, kita harus membantu mereka meski tak harus pergi ke negeri mereka, bagi saya sedikit uang sudah sangat membantu mereka untuk berbagai keperluan hidup disana dan saya menghimbau agar semua kita tidak pandang mau kaya, orang biasakah dia, pejabatkah, gubernur atau para calegkah dia, agar meringankan tangan mereka untuk membantu saudara-saudara kita di Palestine.” tambahnya.

Pertunjukan dilanjutkan oleh Nurmaida Yanuar dengan pembacaan puisi Apa Kabar Palestina, Suara Nurmaida menggema seisi gedung taman budaya menyayat, menggugah setiap yang hadir, emosi film documenter tadi telah melatari puisi yang dibacakan Nurmaida hingga Tkos Band menyambutnya dengan lagu Puing karya Iwan Fals. Ateng yang bertindak sebagai vocalis berhasil membuat gemuruh tepuk tangan berkali-kali karena suara ateng mirip dengan suara Iwan Fals, “Perang-perang lagi, semakin menjadi, berita ini hari berita jerit pengungsi, lidah anjing kerempeng, berdecak keras beringas, melihat tulang belulang, serdadu boneka yang malang/Tuan tolonglah tuan perang dihentikan,lihatlah di tanah yang basah airmata bercampur darah, bosankah telinga tuan mendengar teriak dendam,jemukah hidung tuan mencium amis jantung korban/...”

Setelah lagu Puing selesai dibawakan, Tkos kembali menyanyikan dua lagu secara berturutan; Potret dan Seperti Matahari. Penampilan Nurmaida Yanuar dan Tkos dilelang seharga Rp. 1 juta

Penyaji berikutnya Moko n Friends, Moko yang berusia belia dengan memainkan piano menyanyikan lagu Killing me soflay, dilanjutkan Seuramo Regge dengan dua lagu; Gampong Surga dan Renungan dan dituntaskan oleh Virtou Band dengan lagu Kecewa untuk sesi kedua pertunjukan, penampilan ketiga kelompok musik ini dilelang dngan harga Rp. 3,4 juta

Di bagian ketiga Liza Aulia memecah konsentrasi penonton dengan lagu andalan di album perdananya, Kutiding, lagu Kutiding ini pernah menjadi hits paling laris di paruh tahun 2008 dengan mengalahkan lagu-lagu Aceh lainnya, Liza yang di iringi Dedi Seuramo Regge pada drum, Deden pada guitar dan beberapa seniman musik lainnya membuat suasan menjadi semakin semarak, teriakan kerinduan akan penyanyi anggun yang selama ini hanya didengar suaranya lewat kaset akhirnya terobati dengan penampilannya di Pentas Peduli Palestina, komposisi musik yang di padu antara live musik dan minus one, meluncur dengan sangat manis mengisi setiap hati penonton yang hadir malam itu.

Kehadiran Fendra dengan puisinya Pilu Gaza, merupakan bagian terindah lain dari pentas ini setelah lagu Kutiding Liza Aulia usai. Pada sesi ini Dedy Syukur n Friends tampil dan mengarahkan gejolak hati para penonton ke dalam suasana semakin meninggi dengan komposisi musik tanpa syair, skil individu musisi Aceh era sembilan puluhan yang tetap konsisten mengusung jenis rock ini, akhirnya ditutup dengan Rp. 3 juta untuk ketiga penampilan.

Suasana musik kembali berubah setelah Rock n Soul Band yang menyajikan lagu Syair Palestina, Xhanta Fee ; Satu, TP Troop; Damai, warna musik masa kini pun mewarnai gedung, komposisi yang mereka ciptakan atas penampilan kali ini dilelang dengan harga Rp. 1 juta

Hingga tibalah saatnya Cici n friend yang bertindak sebagai MC dan juru lelang mengumumkan pada penonton sebuah lukisan karya Mahdi Abdullah yang malam itu dilelang, sekian panjang penawaran yang terjadi diantara para penonton maka putuslah harga lelang tersebut sebesar 35,5 jt namun sayangnya orang yang beruntung mendapatkan lukisan Mahdi Abdullah tersebut tidak ingin namanya disebutkan, namun sumber Sipil mengatakan, lelaki itu berasal dari Lo’nga dan telah menjadi warga negara Malaysia sejak lama.

Warna jazz akhirnya menguak gedung pertunjukan, Maestro, Reza Indria ; Every Body Hurts dan The Meyer berharga lelang 2,9 juta untuk penampilan mereka dan di akhir pertunjukan tampil Kautsar; menagih Kasih, MY. Bombang dan Maestro dengan hikayat Aceh versi Jazz dan Rahmad Sanjaya; Nun, harga lelang atas semua penampilan mereka Rp. 2,5 juta.

Fendra mengatakan seluruh hasil lelang baik lagu maupun lukisan serta dana yang berasal dari parkir dan bazar buku seluruhnya terkumpul 56.479.000,-, namun angka tersebut adalah angka sementara karena masih ada lagi yang belum dihitung.

“Pentas Peduli Palestina ini merupakan babak baru bagi kebangkitan seniman Aceh, di awal tahun ini. Kita baru bisa menyumbang setitik saja bagi mereka yang dilanda peperangan, ibarat nada hanya baru satu nada dan masih ada enam nada lagi yang belum kita sumbangkan,” ujar Aan MP Troop yang menyayangkan banyak pejabat tidak hadir dalam acara ini.

Rahmad Sanjaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar