Selasa, 08 September 2009

Nabhani HS


Penulis Aceh Belum Memperhitungkan Mutu

Nabhani HS adalah seorang sastrawan dan juga penulis Aceh yang karyanya kerap muncul di berbagai media baik di Banda Aceh maupun di luar Aceh, ketika acehkita menjumpainya di Taman Budaya, dia sangat menginkan dunia penulisan di Aceh semakin terus berkembang juga berbobot, Nab mengaku sangat senang melihat perkembangan penulisan di Aceh akhir-akhir ini, meski bobot atau mutu belum terjaga.

Dalam pengamatan saya setelah kejadian tsunami ada sesuatu yang menggembirakan di dunia kepenulisan Aceh. Banyak penulis-penulis muda dan karyanya yang bagus-bagus muncul seperti air bah yang tidak terbendung, semua ini dapat kita buktikan dengan banyaknya terbitan buku-buku baik dalam karya sastra seperti antologi puisi, novel, cerpen dan lain sebagainya tidak ketinggalan pula para penulis ini juga menerbitkan buku-buku yang bertemakan sosial.

Kawan-kawan ini terus bergerak, sebagian besar mereka penuh dengan kemandirian, baik dari mulai cara penulisaan, menata buku, mencari dana hingga ke permasalahan penerbitan, ini pertanda ada perubahan yang terjadi dari tahun ketahun dan saya dapat merasakan ada aroma yang sangat kuat sehihingga saya percaya dunia kepenulisan Aceh akan terus berkembang pesat seperti di kota-kota lain.

Terlepas dari semua itu, banyaknya bermunculan buku-buku atau karya-karya teman-teman kita itu terkadang tidak di barengi dengan munculnya bobot mutu dari karya yang mereka keluarkan, terlihat pemikiran-pemikiran yang masih sangat sederhana dan terkesan hanya sebatas kulitnya saja. Maka maklumlah kita kemandirian ternyata harus disertakan dengan komunikasi antar penulis, saling tukar pendapat atau berdiskusi sehingga karya yang muncul kepermukaan akan semakin hidup

Berangkat dari pengalaman masa lalu, penulis saat ini agaknya melupakan banyak hal, semestinya ada niat untuk belajar dari pengalaman yang sudah pernah ada, di tahun 80 an hingga akhir tahun 90 an penulis-penulis kita selalu dibina secara bebas oleh sebuah media, mereka terorganisir sedemikian rupa, sehingga banyak bermunculan nama-nama yang sangat akrab di hati kita hingga saat ini, apakah dia menjadi seorang sastrawan, penulis essey, cerpen maupun artikel, penulis-penulis ini dapat dipantau oleh setiap orang, baik secara personal maupun karya.

Penulis hari ini tidak mendapatkan dunia kebersamaan seperti itu, mereka yang muda sepertinya belajar menurut alam mereka tanpa ada seorangpun yang mengarahkan, baik lewat media, secara personal maupun secara diskusi-diskusi, lecutan kreatifitas mereka kalau boleh saya katakan hanya sebatas membaca buku, koran dan pengalaman pribadi, padahal ini belum cukup untuk menjadikan mereka seorang penulis yang benar-benar bertahan di masa yang akan datang.

Maka dari itulah saya berharap pada semua teman-teman, mari kita membuka diri untuk menghadirkan kembali diskusi-diskusi karya, kritik-kritik karya yang gunanya banyak sekali terutama bagi generasi penulis apapun namanya di Aceh, bagi kita tidak ada guru di sini yang ada hanyalah saling bersilaturahmi baik personal maupun karya, sehingga jemaah penulisan di Aceh makin marak tumbuh dan berkembang juga bobotnya sangat di perhitungkan.

Rahmad Sanjaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar