Jumat, 01 Oktober 2010

Why ( Kenapa Kita...)


Kebanggaan menjadi orang Aceh terletak hanya dalam tiga kata, yang pertama Agama, kedua Pendidikan dan ketiga Budaya. Kebanggaan telah menjadi darah daging bagi kita orang Aceh dimanapun berada, bahkan kerap kebanggaan tersebut menjadi simbul perjuangan hidup dalam setiap men-jalankan usaha.
Dalam diri setiap orang Aceh jika sudah tersemat tiga item di atas maka tidak lagi dapat dipungkiri, betapa berjiwa besarnya individu tersebut mengimbangi kehidupan sehari-hari, betapa agungnya marwah individu tersebut jika berada di tiap tempat dan betapa berkilaunya nama orang yang menganut 3 pilar tersebut dimana-mana, semua itu merupakan bukti atas ketulus-iklasan dalam kehidupan bermasya-rakat dan tentunya tidak sia-sialah generasi terdahulu memperjuangkan tiga nilai luhur ini.
Jepang adalah sebuah Negara di Asia Pacifik yang sangat maju dengan peradaban modern saat ini, Negara tersebut hanya menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan, dan meng­apli­kasikannya secara bijak di setiap lini kehidupan mereka, tidak terkecuali, rakyat kelas bawah hingga pemerintahnya menganut kesepahaman atas pendidikan yang menyeluruh berdasarkan apa yang di sebut Hirohitu seusai jatuhnya bom atom di Hirosima dan Nagasaki, “berapa Guru yang tersisa…”, nah dari sinilah semua itu bermula, pendidikan dengan bersimbol guru maka jadilah Jepang Negara yang maju dan terus berkembang seiring zamannya.
Lalu bagaimana dengan Aceh yang tidak hanya pendidikan sebagai moto, maklumat atau arah persesuaian hidupnya, tetapi agama dan budaya yang menjadi pilar kokoh yang seakan menjadi deteksi setiap virus atau bakteri apapun yang mengancam setiap keutuhan Aceh. Tapi apakah sudah pasti ketiga pilar kokoh itu sudah digunakan sebaik-baiknya? Wah… ini lah persoalan.
Di dalam aplikasi dan kenyataan spertinya ketiga pilar tersebut belum di jalankan secara jujur oleh setiap individu di Aceh, banyak factor yang mendikotominya, menelaahnya bahkan mengejawantahkannya ke dalam aplikasi yang salah. Agama saja tidak cukup untuk me­­n-ya­­darkan orang yang tidak berpendidikan dan berbudaya, tidak cukup hanya berpenddikan sementara agamanya dan budaya tidak me­-ngajarkan mereka untuk tidak tindak kejahatan, korup dan sewenang-wenang dan tidak cukup pula hanya berbudaya tanpa berpijak atas dasar-dasar agama dan berbagai petuah-petuah budaya yang saling mengikat satu sama lain.
Mari kita saksikan apa yang sedang terjadi saat ini secara detail, apa yang terkikis dalam kehidupan kita dan apa yang hilang diantara kehidupan kita saat ini, semua kenyataan yang ada ini akibat dari ketiga pilar itu sudah semakin tua dan tidak siapapun yang merenovasinya, pilar-pilar itu di biarkan kusam dimakan ke-sewenangan, korup, dan kejahatan-kejahatan setiap individu yang kerap memandang gengsi lebih utama ketimbang ketiga pilar ini sehingga Aceh mengalami banyak dekadensi moral, eporia berlebih dan haus untuk memperkaya diri dari milik masyarakat.
Aceh ini milik kita, milik sah orang Aceh, tetapi mengapa kita tidak membangunnya dengan gaya keAcehan. Kenapa hukum texas, hukum rimba, hukum individu atau kelompok yang lebih diutamakan. Sudahlah, yang kaya marilah membantu yang miskin dan yang miskin jangan berprasangka buruk dengan yang kaya, jalankan keseimbangan kita menururut tatanan Agama, Pendidikan dan Budaya. Mari kita pelajari, lalu jalankan dan hasilnya Aceh menjadi daerah yang lebih baik.
Rahmad Sanjaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar